Masa Kecil Zaim Saidi - Pendiri Pasar Muamalah dan Dinar Dirham

Ir. Zaim Saidi, MPA


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Moh As'adi, Jurnalis Senior Republika.

Suatu hari, seorang anak kecil kurus tinggi berkejar-kejaran dengan bapaknya, lantaran anak ini luar biasa bandelnya. Zaim Saidi namanya, anak ke-13 dari 15 bersaudara, dari keluarga besar H Abdulchalim, putra Haji Ridwan, bendaharawan kelompok perlawanan terhadap Belanda yang dipimpin KH Subuchi, di Kota Parakan, Kabupaten Temanggung.

Pesantren ini terkenal sebagai pesantren Bambu Runcing. Dahulu, Kiai Subkhi adalah penasihat spiritual Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman. Kala itu, para santri yang berjuang melawan Belanda selalu datang ke Kiai Subkhi untuk meminta doa (suwuk). Nasihat Kiai Subkhi yang melegenda ke Jenderal Sudirman adalah pesannya agar dia tak boleh batal wudhu selama memimpin pasukan gerilya. Dan nasihat ini sangat dipatuhi Jenderal Sudirman.

Khusus untuk Zaim, masa kecil dan remajanya semasa di Parakan terbilang anak yang nyentrik, lucu tapi cerdas, dengan potongan rambut poni.

Ayahnya, berwatak keras, tapi juga dikenal sebagai sosok cerdas serta kreatif. Ayah Zaim yang juga ayah saya mengajarkan kami sebuah prinsip hidup: Hiduplah seperti air, alirkan ketempat-tempat yang tepat, jangan dibiarkan berhenti di sebuah penampungan lalu meluber tidak bermanfaat. Jika kalian alirkan, air akan terus mengalir dari mata air. Dan, kini saya memaknai, hidup harus bermanfaat bagi orang lain dan berilmu.

Sosok Zaim Saidi hari-hari ini tengah menjadi perbincangan di mana-mana, baik melalui media sosial maupun televisi. Ini karena terkait pengakapan yang sangat kontroversial oleh pihak kepolisian atas persangkaan mendirikan Pasar Muamalah.

Seperti yang dibilang suami keponakan saya Sunardi M, seorang anak muda sedikit nyentrik. Ia menyebut sosok Zaim memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Sejak muda, menurut saya, memang sudah demikian kritis. Untuk mencapai apa yang dicita-citakan, ia termasuk pekerja keras. Dan benar kata saudara saya lainnya, Zaim memiliki perhatian kepada saudara dan familinya.

Pada Lebaran, dia memang jarang pulang, tetapi setiap Hari Raya Kurban dia dipastikan pulang kampung. Untuk apa? Menebar kebaikan. Zaim menjadi koordinator bagi anggota keluarga untk menebar kurban. Dia melaksanakan pesan sebagaimana dicita-citakan ibu yang sepanjang hidupnya agar selalu menyembelih hewan kurban di desa-desa.

Hari Raya Kurban juga dijadikan momen penting untuk kumpul keluarga yang bertebaran di mana-mana. Ada yang menjadi dokter, profesor, penjahit, pedagang, dan ada pula yang menjadi wartawan dan seniman.

Dalam tulisan saudara saya yang lain, Nardi menyebut, bakat menulisnya dan kepedulian kepada umat bisa dilihat dari buku-buku karyanya. Ia pernah menjadi ketua  Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Zaim dan hampir semua saudara laki-laki merantau ke Jakarta, membiayai kuliah sambil kerja. Hampir semua saudara laki-lakinya kuliah di universitas negeri, seperti IPB, UI, bahkan ada yang mengabdi di kampus ini sambil menamatkan S-3 di negeri Paman Sam.

Dan tak lupa, ada yang alumni UNS. Hanya satu orang yang mogol, memilih jadi wartawan dan seniman, yakni saya.

Adik saya ini menamatkan S-1-nya di IPB dan melanjutkan S-2 di University Of Sydeny setelah mendapatkan beasiswa Merdeka Fellowship dari pemerintah Australia. Dan setelah Pilpres 2004-2006, Zaim mengembara ke Inggris dan Afrika Selatan. 

Di sanalah, seperti ditulis Sunardi, Zaim bertemu Syaikh Dr Abdulqodir Assuffi, Mursyid Thariqoh Syaziliyah Darqowiyah. Syaikh ini adalah mualaf yang juga seorang pemikir dan penulis aktif yang nama aslinya Dr Ian Dallas.

Interaksi Zaim dengan murid-murid 'Sang Syaikh' yang berasal dari berbagai belahan dunia menjadi titik pemikiran Zaim tentang pentingnya muamalat dan ekonomi syariah. Dan, jika ingin tahu lebih dalam soal pikiran Zaim bisa baca buku-buku karyanya.

Semula, Zaim yang Sunni, penganut mazhab Syafii, dan kini cenderung ke Imam Maliki, sebagai pengamal thariqoh yang mutabaroh, insyaallah, termasuk Muslim taat dan memilki keyakinan atas kebenaran yang dipegang teguhnya.

Kami paham, Allah memang tidak menjanjikan hidup itu mudah. Yang dijanjikan Allah adalah ada kemudahan setelah kesulitan.

Di sini, mengandung makna, ada ujian keteguhan atas kesabaran dan keimanan kita yang tidak bisa dicampuri tangan siapa pun, kecuali Allah.

Saya yakin, ada sekenario besar Allah yang bakal diberlakukan. Dan hukum abadi yang akan berlaku dan terjadi adalah kebaikan berbalas kebaikan, kejahatan berbalas kejahatan.

Kami paham itu dan sangat menghayatinya!

Malam ini mendadak aku rindu ayah dan ingin bercerita tentang anak-anaknya. 






No comments:

Post a Comment